GO-JEK
– OJEK . MANFAAT DAN MUDHARAT
Warna hijau identik dengan Gojek, Kendaraan roda dua penjaja
jasa antar-jemput. Ya, lihat saja Helm dan Jaket nya, di dominasi warna hijau. Warna hijau ini juga menjadi simbol
Paten bagi para penggiat Go-Green, karena hijau melambangkan pohon. Jadi, Setidaknya GOJEK sudah ikut mengkampanyekan
Go-Green, walaupun dalam bentuk simbol. Tentu saja, pro dan kontra akan ada dari opini
tersebut, namun bukan itu yang akan di bahas, jadi biarkan saja para ahli yang
membahasnya di kemudian hari.
GOJEK Itu bermanfaat untuk banyak orang, mulai dari
penumpang, pengemudi, Pengelola Data
aplikasi, Tukang Bakso, Penjaja makanan, sampai AHOK juga ikut senang. Namun,
disisi lain menghasilkan kepediahan bagi pengojek konvensional secara langsung.
Maklumlah, rejeki mereka jadi berkurang. Yah, kalau dihitung-hitung dengan
Matematika “Cek Gu” tentang Manfaat dan Mudharatnya, masih banyakan
manfaatnya ketimbang Mudharatnya. Walaupun MUI belum mengeluarkan Fatwanya,
Heheheh.
KELUCUAN IDEOLOGIS
TUKANG OJEK KONVENSIONAL.
TUKANG OJEK KONVENSIONAL ITU IDEOLOGIS, karena dalam menentukan
siapa yang mengantar penumpang telah di atur di dalam hirarki kedatangan si
pengojek ke pangkalan . Terkadang norma-norma
itupun fleksibel tergantung suasana hati si pengojek, kalau sedang gak mut ya
gak narik, nongkrong aja di pangkalan sambil menghabiskan waktu. Keideologisan
lainnya adalah tentang negosiasi tarif, ditentukan berdasarkan negosiasi sepihak pada
kondisi-kondisi tertentu. Ini adalah bakat seni birokrasi melucu yang luar
biasa tidak lucu jika kita sebagai korbannya.
Pada akhir-akhir ini, yaitu kuartal ke 3 tahun 2015, bakat
seni pengojek konvensional dalam menentukan tarif itu mulai karam di terpa gelombang modernisasi
ojek. GOJEK datang membawa perubahan. Perubahan yang muncul dari protes atas realitas sosial berupa tingginya angka
kemacetan di ibu kota, ketersediaan layanan angkutan publik dan mahalnya ongkos Hijrah dari satu tempat ke
tempat lainnya di kawasan ibukota. Ada sih yang murah, namun layanannya masih
kurang beradab. Pada akhirnya Ojek Konvensionalpun mulai ditinggalkan
penumpangnya.
Ojek Konvensional pun marah,penumpang semakin sedikit sedangkan
kebutuhan tidak sedikit. Penumpangnya banyak
yang pindah haluan ke GOJEK. Karena GOJEK tak ada bakat ideologis dalam menentukan
tarif. Semua tarif di pukul rata dalam bilangan 15000 saja untuk 25 Km jarak
yang ditempuh. Bingung mau melampiaskan kemarahannya ke siapa,Putus asa. Pelajaran
Ideologis yang diajarkan di pangkalan, tak berguna karena penumpangpun tak ada.
Akhirnya PengGOJEK pun menjadi sasaran, pengusiran dan embargo kawasan. Itu merupakan
puncak kekesalan mereka, karena rejekinya berkurang.
Namun itu tidak dilakukan dalam waktu yang lama. Ya maklumlah,
ideologis ojek kalah telak dengan Modernisasi tarif Gojek di mata para
penumpang. Harga ...Kalah,
Penghasilan....Kalah. 2-0 untuk kemengan GOJEK.
Namun yang lucu adalah, kenapa pengojek konvensional itu
tidak ikut bergabung saja? Ikatan Ojek konvensional lebih ke arah ikatan ideologis
yang abstrak, tidak ada jaminan dengan nongkrong bareng di pangkalan akan
menaikkan pendapatan hari ini. Jika
tujuan mereka mengahasilkan Uang dari pekerjaan ojek, tentu saja GOJEK lebih
menjanjikan pengahasilan lebih. Mari kita mencoba menentukan sebab dan mencari
solusinya dari pertanyaan kenapa GOJEK di tentang :
1.
GOJEK Merebut rejeki ojek konvensional? Ya,
memang. Karena mayoritas konsumen memilih GOJEK disebabkan harganya yang murah
tanpa ada disparitas informasi harga.
2.
Lantas kenapa ada ojek konvensional tidak ikut
serta bahkan menolak kehadiran mereka? Jika jawabannya khawatir penghasilan
turun, maka justru bergabung dengan GOJEK penghasilan jadi naik. Karena
penghasilan ditentukan dari produktivitas, bukan keahlian negosiasi harga. Maka
alasan ojek konvensional jadi tidak rasional.
3.
Jika karena mendaftarnya susah? Tidak juga,
bahkan tidak ada diskrimanasi pendaftaran untuk menjadi anggota GOJEK disana.
4.
Jika alasannya persaingan yang ketat pada
akhirnya? Mungkin pada akhirnya iya, tapi itulah hidup. Lantas apakah kita akan membuang waktu untuk diam di
lingkaran ojek konvensional dan tidak menghasilkan apa-apa dan hanya menggerutu?
Kuncinya order akan terus ada, jika
harganya memang murah? Apakah ojek konvensional menawarkan hal tersebut ? Tidak
akan pernah.kecuali mau beramal.
5.
Jika masalahnya adalah produktivitas karena
faktor usia di mayoritas penggiat ojek konvensional, maka menjadi logis
alasannya, karena dulu pengojek adalah pekerjaan terakhir yang dipilih karena
sudah tidak ada pekerjaan yang lain. Oke mari kita rumuskan solusinya.
a.
Apakah jumlah orang tua di ojek konvensional
banyak? Mayoritas
b.
Apakah konsumen akan memilih mereka? Saat ini
ojek konvensional di pilih karena, lebih kearah Bantuan sosial (Kasihan) bukan
karena alasan yang rasional. Jika gabung
dengan GOJEK maka pilihannya bebas, siapa cepat dia dapat. Tua ataupun muda
dia, tetap berpeluang NgeGOJEK.
c.
Apakah solusi untuk mereka? Beradaptasilah.
PERUBAHAN BUDAYA.
Fenomena ini secara tidak langsung sudah mengubah budaya
kita, dimana kalau dulu, jika mau hasil
lebih harus menduduki posisi tinggi,
dipangkalan ojek sekalipun, ada birokrasinya, walaupun hirarki ini kasat mata. Dan
itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit, Namun di Gojek semua setara, siapa
yang lebih produktif dia yang lebih tinggi penghasilannya.
Dari sisi yang berbeda, GOJEK juga merupakan kritikan
terhadap pengusaha dalam memberikan upah kepada buruhnya. Saat tenaga mereka di
bayar berdasarkan produktivitas yang dihasilkan, di GOJEK, Modal tenaga di
tambah dengan Motor Nilai tambahnya jauh lebih besar. Ada kekhawatiran terjadi excodus besar-besaran
TENAGA KERJA.
Namun nilai tambah tersebut terjadi di GOJEK karena dalam
masa PROMO. Artinya dalam masa promo ini yang terjadi adalah penumpang GOJEK di
subsidi, dia hanya membayar 15000 maksimal dalam jarak 25 KM. Dan si pengemudi
GOJEK di bayar full bedasarkan 4000 Per KM. Apakah Promo ini akan terus dipertahankan?
Mari kita lihat terobosan GOJEK selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar